seminggu lalu
“Kenapa?” tanya saya pada Azka
yang tiba-tiba menghampiri sambil terisak-isak.
“Aku kangen Abi (abi adalah panggilan Azka
untuk papanya).”
Saya nahan senyum, bisa segitunya
ya kangen Abinya sampai nangis xixixi.
“Kan Abinya kerja.” Saat itu
sekitar pukul 2 siang.
“Iya tapi aku kangen Abi.”
“Doain aja Abinya pulang dengan
selamat ya,” ujar saya yang tiba-tiba jadi khawatir. Khawatir firasat tak baik.
Azka masih terisak. Saya
berinisiatif menelpon Abinya. 3 kali ditelpon tidak diangkat.
“Kayaknya Abi lagi meeting. Telpnya
gak diangkat terus.”
“Meeting apa, Ma?”
“Meeting itu ngobrol sama bos.”
Isak tangis Azka tidak mereda.
“Nanti kita coba telpon lagi ya.”
Azka mengusap air matanya. Saya duduk tak jauh darinya sambil membaca buku.
Azka tengah memegang selembar kertas dan pensil.
Sesekali Azka menginterupsi
dengan bertanya,”Ma, nulis ‘ngen’ gimana?”. “Ma, nulis ‘nya’ gimana?” dan
pertanyaan soal cara menulis lain yang saya lupa. Tangisnya sudah reda.
Akhir – akhir ini Azka suka
menulis tanpa saya minta, terhitung sejak ikut les baca tulis di sekolahnya sebagai persiapan masuk sd, bulan lalu. Menulis apa saja. Dari nama semua anggota keluarga,
nama teman atau kalimat-kalimat pendek sambil bertanya bagaimana menulis ini
itu. Tulisan itu kadang dilengkapi gambar.
Menjelang sore saat saya keluar rumah saya
lihat ada kertas menempel di samping pintu.