Sabtu, 06 September 2014

Mengadopsi HS

Pertama kali kenal Home Schooling (HS) melalui tulisan-tulisan teman di blog multiply tahun 2008 an (sekarang udah ga ada multiply) dan langsung tertarik tapi tidak untuk melakoninya (memilih HS) karena merasa berat. Berat karena merasa tak mampu dan ego. Ego ingin memiliki waktu luang untuk diri sendiri. Gak HS aja rempong apalagi HS – bukan tipikal mama yang baik dan belum siap total heuheu.

HS membuka mata saya mengenai konsep setiap saat, apapun bentuknya, seorang anak belajar. Saya mulai belajar, melalui waktu bersama si kecil dengan kesadaran penuh. Emang selama ini ga sadar? Ya, begitulah, saya lebih banyak membiarkan semuanya mengalir tanpa dipikirkan.


Contoh kecil, 


saya dan suami sepakat, selalu mengajak si kecil belanja bulanan karena sekalian waktunya ng mall, family time, sekalian juga mengenalkan si kecil pada beragam kebutuhan rumah dan konsep jual beli tapi hanya sebatas dipikiran, tanpa evaluasi atau komunikasi dua arah dengan anak-anak.
Saya biarkan anak-anak membantu saya mengambilkan beragam kebutuhan rumah tangga tanpa obrolan singkat, ini untuk apa dsb. Jadi pikiran saya sibuk sendiri belanja belanji, pikiran anak-anak pun seperti sibuk dengan rasa excited mengambil barang ini itu.

Contoh kedua, awalnya saya tidak memiliki agenda tetap dan pasti mengenai kunjungan ke tempat wisata edukasi. Kalau liburan, ada uang dan inget saja. Alias tanpa budget khusus. Tak heran jika kami beberapa kali mengunjungi eduwisata yang sama dengan hasil tak maksimal. Hasil tak maksimal dalam arti, kunjungan sebentar karena perjalanan habis di jalan yang macet (saat kami ke taman safari) atau kunjungan tanpa agenda dan persiapan (gak googling dulu museum yang kami kunjungi apa saja isinya) jadi hanya melihat  dan ‘melongo’.

Contoh ketiga, tak terpikir mengajak anak ke pameran seni (apapun) karena menganggap mereka tidak mengerti, padahal harusnya mulai dikenalkan agar mengerti atau minimal tahu.

Tak pernah terpikir melibatkan anak dalam pekerjaan kita di kantor, misal dalam percakapan keseharian. Jadi tahunya hanya, mama dan abi kerja.
Kerja apa? Ngerjain apa?


Sejak tahu HS kami mulai merubah itu semua. Kami membuat budget untuk kunjungan ke tempat wisata edukasi, berencana mengajak ke pameran seni (menunggu info kalau ada pameran seni) menerangkan pekerjaan kami di kantor (waktu saya masih bekerja) dan yang pasti berusaha menghadirkan hati dan pikiran saat bersama mereka. 

4 komentar:

  1. Wah..saya juga suka lebih banyak membiarkan semuanya mengalir nih...berarti harus dirubah ya...makasih tipsnya...

    BalasHapus
  2. Mak Rina..iya betul, setiap saat apapun bentuknya.. anak belajar ya...

    BalasHapus
  3. saya sempat terpikir untuk HS dulu.

    Kalau untuk jalan-jalan, biasanya saya suka banyak cari info lewat google dulu. Trus, diskusiin sama anak-anak kalau bakal pergi ke suatu tempat :)

    BalasHapus
  4. Kalau bayi diterangin belum ngerti kan mak walau kita jelasin...tapi buat note juga nanti pas raffi dah ngerti :")

    BalasHapus